Bahan Renungan : Yohanes 11: 23-27
Yohanes 11: 23-27 merupakan penggalan dari kisah kebangkitan Lazarus. Secara tekstual ayat ini, Yohanes 11: 23-27, merupakan penggalan dari satu perikop, yakni dari Yohanes 11: 1-44. Keseluruhan dari perikop ini mengangkat tema mengenai satu sosok, yakni Lazarus, di mana jika kita menganalisis perikop tersebut maka Perikop ini memiliki 3 Babak. Babak pertama adalah dari ayat 1 sampai ayat 16. Babak kedua adalah ayat 17 sampai 32, sedangkan Babak ketiga, mulai dari ayat 33 sampai 44. Ayat yang menjadi bahasan kita, termasuk ke dalam babak yang kedua, namun kisahnya berangkat dari babak pertama (ay. 1-16).
Awal pada babak pertama hanya menjelaskan identitas dan kondisi dari Lazarus. Dikatakan bahwa Lazarus merupakan saudara dari Maria yang mempunyai adik bernama, Marta. Lazarus pada waktu itu tinggal di Betania yang merupakan kampung dari Maria seorang perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak
Untuk babak kedua marilah sejenak kita lewati terlebih dahulu. Kita langsung menuju ke babak ketiga (ay. 23-44), di mana pada babak tersebut Yesus membangkitkan Lazarus. Inilah akhir dari kisah kebangkitas Lazarus; dan akhirnya kisah tersebut adalah penekanan atau penegasan akan kebenaran ucapan Yesus. Ia ingin menunjukkan kebenaran di dalam kuasa sebagai Anak Allah. Lalu ucapan kebenaran Yesus mana yang ingin ditegaskan? Itulah ayat yang menjadi pembahasan kita. Intinya ada pada ayat 25 dan 26.
Tafsiran
Pada ayat 23 sebenarnya apa yang dikatakan Yesus kepada Marta, “Saudaramu akan bangkit” sudah ingin mengarahkan kita kepada inti dari ucapan Yesus (ay. 25 dan 26). Paling tidak dari perkataan tersebut, terdapat dua maksud di dalam kebenarannya Pertama, bahwa Lazarus nantinya akan bangkit secara fisik. Maksud ini merupakan sebuah janji dalam bentuk penguatan dan penghiburan diri terhadap Marta yang kehilangan saudaranya, Lazarus. Janji tersebut nantinya akan diwujudkan dengan membangkitkan Lazarus secara fisik (ay. 44). Maksud kedua, yakni merujuk kepada istilah bangkit dalam pengertian kehidupan abadi. Pengertian ini tidak dilandaskan dalam istilah tubuh sebagai fisik, tetapi setelah kematian (fisik), tetaplah ada kehidupan. Itulah kehidupan abadi (eternal life), walaupun ada syarat tertentu akan kehidupan abadi ini yang dijelaskan pada ayat 26.
Ayat 24 adalah balasan pernyataan (feedback) dari Marta akan pernyataan Yesus tersebut. Balasan pernyataan tersebut mengarah pada maksud yang kedua tentang kehidupan yang abadi. Pernyataan tersebut berdasarkan keyakinan Marta atas pernyataan Yesus yang adalah Anak Allah. Marta meyakini bahwa Lazarus akan kebangkitan pada akhir zaman. Keyakinannya merpakan kepasrahan di dalam iman dirinya.
Ayat 25 dan 26 adalah kesimpulan di dalam pernyataan Yesus. "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini? Ayat 25 dan 26 ini dikhususkan kepada kehidupan yang abadi. Istilah “Akulah…” menandakan otoritas Yesus sebagai pemilik kuasa atas kematian dan kebangkitan. Yesus adalah otoritas itu. Yesus adalah substansi. Dia telah melampaui kematian dan kebangkitan, sehingga pernyataan Yesus tersebut berada di dalam kuasaNya.
Di dalam kuasanya tersebut, Yesus ingin membagikan kabar keselamatan kepada semua orang berupa kehidupan abadi. Kabar tersebut adalah manusia akan hidup walaupun sudah mati. Dalam kitab Yohanes tampaknya ada di dalam teologi Yohanes mengenai dualisme tubuh dan jiwa (soul), sehingga kematian di sini adalah fisik atau tubuh, sedangkan kehidupan berada di dalam pengertian jiwa. Tubuh boleh tiada tapi jiwa tetap ada. Ini adalah kebenaran di dalam interpretasi, setengah kebenaran lagi mungkin terdapat tubuh yang baru setelah kebangkitan, tetapi pengertian tubuh tersebut tidak sama dengan tubuh pada kematian atau sebelum kebangkitan, karena tubuh tersebut bebas dari kejahatan (evil). Intinya menuju kepada kehidupan yang abadi. Namun, seperti yang sudah dikatakan tadi, untuk menuju kehidupan abadi tersebut terdapat syarat mutlak, yakni harus percaya kepadaNya (Yesus sebagai Tuhan). Percaya di sini mengandaikan kuasa dari Yesus tentang kehidupan abadi yang akan diberikan juga kepada manusia. Di dalam percaya berarti ada penyerahan hidup manusia (ay. 26), tidak semata-mata keyakinan akan bentuk rasional dan empiris, melainkan sebagaimana iman tersebut menjadi pondasi kehidupan manusia.
Pada ayat 26 itu juga, kalimat terakhir, Yesus “melempar” sebuah pertanyaan kepada Marta: “Percayakah engkau akan hal ini?” Pertanyaan ini ingin menguji keyakinan Marta akan perkataan dan pernyataan Yesus. Yesus sendiri ingin mengetahui reaksi dari Marta setelah mendengar pernyataan Yesus tersebut.
Ayat 27 adalah jawabannya, bahwa Marta percaya akan pernyataan Yesus itu. Lebih khusus lagi, jawaban Marta mengkonsentrasikan akan Yesus pemilik kuasa itu. Yesus adalah Mesias dan Anak Allah. Kesemuanya akan pernyataan Yesus di dalam pemegang otoritas tersebut. Tiada yang mustahil di dalam Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah. Mungkin demikianlah jawaban Marta jika kita menginterpretasikannya.
Aplikasi
Ucapan Yesus mengenai “Akulah kebangkitan dan hidup…” adalah sebuah janji bagi kita, manusia, yang telah mempercayai Yesus sebagai Tuhan. Kita telah mendapatkan kehidupan abadi itu. Kita telah mendapatkan kuasa setelah kita percaya kepada-Nya. Yesus yang dapat membangkitkan Lazarus dari kematian fisik ingin menegaskan kepada kita bahwa Yesus yang kita percayai itu adalah benar pemilik kuasa akan kebangkitan dan hidup. Dia adalah substansi. Artinya, Yesus telah melampaui kematian dan kebangkitan. Dia adalah sumber kehidupan dari segalanya.
Kegelisahan manusia selama ini mengenai kehidupan setelah kematian selama ini, terjawab sudah. Mungkin kita boleh mati dalam pengertian fisik, tapi jiwa kita dengan tubuh yang baru selalu hidup. Kehidupan abadi yang bebas dari kejahatan atau nafsu kedagingan.
Manusia pada dasarnya selalu mencari kemana manusia setelah mati? Bahkan ilmu pengetahuanpun selalu membantu untuk pencarian ini. Dari ayat ini dapat ditegaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab hal ini; dan juga tidak menjamin akan kehidupan abadi. Manusia hanya mempunyai harapan untuk dapat mencapai kehidupan yang abadi, tetapi semuanya bergantung kepada apa yang ia percayai. Jikalau ia tidak percaya maka kehidupan abadi itu tidak mungkin ada, tetapi jika kita mempercayaiNya maka kita mendapatkan kehidupan abadi itu.
Kontekstualisasi
Jika pada ayat 26, Yesus bertanya kepada Marta, maka Marta menjawab bahwa ia percaya. Lalu bagaimana dengan kita? Pertanyaan Yesus kepada Maris tersebut bukan hanya ditujukan kepada Marta, melainkan juga kepada kita semua. “Percayakah engkau akan hal ini?” Untuk mendapatkan kahidupan abadi maka kita (manusia) harus hidup dan percaya kepada Yesus itulah syarat mutlak. Hidup dan percaya singkatnya di dalam pengertian kesungguhan untuk menjalaninya. Kesungguhan bukan dalam arti rasional dan empiris belaka tetapi di dalam tingkahlaku yang menyoal kepada kesungguhan untuk hidup kudus seperti yang diajarkan Tuhan Yesus.
Pertanyaan Yesus ini adalah teguran bagi manusia juga, karena manusia sering lupa akan bentuk hidup dan percaya itu. Di dalam pragmatisme manusia sering larut di dalam kenikmatan-kenikmatan duniawi. Contoh paling nyata adalah dalam bentuk materialisme. Seakan-akan materilah yang menjadi pegangan manusia itu, bukan Yesus.
Manusia modern selalu menghadirkan jadwal kesibukan yang tinggi, lalu adakah tempat dimana kita bisa hidup dan percaya kepada Yesus? Kita mungkin dapat hidup di zaman modern, bahkan dizaman apa pun, tetapi pondasi dalam hidup kita Cuma satu, yakni Yesus Kristus, Sang Mesias dan Anak Allah.
Hidup dan percaya kepada Yesus adalah hal yang paling manusiawi dan mendasar dalam manusia, sehingga pertanyaan Yesus mengenai “Percayakah engkau akan hal ini?” harus dijawab pula dengan keseriusan di dalam hidup. Kita tidak boleh menganggap remeh akan pertanyaan tersebut. Beberapa kali bangsa
Kesempatan hidup kita di dunia haruslah kita manfaatkan benar-benar untuk percaya kepada Yesus. Jangan memakai jalan-jalan lain diluar hal ini untuk mencari kehidupan abadi, karena di dunia ini banyak menawarkan kehidupan abadi, entah itu ilmu pengetahuan ataupun kebatinan, tetapi itu semua palsu. Hanya melaluiNyalah maka keabadian itu akan tercipta. Jalan-jalan lain diluar dari Yesus tidak memiliki kuasa, sehingga jaminan-jaminan yang diberikan kepada manusia tidak ada benarnya. Tetapi Yesus memiliki kuasa itu. Ia telah melampaui kebangkitan dan kematian, sehingga pernyataan Yesus adalah benar. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar