05 Februari, 2008

Senjakala Waktu

“Selamat tahun baru”; dari waktu yang lama menuju ke waktu yang baru, dari menatap ke belakang menuju menatap ke depan, dari sebuah kepasrahan menuju penantian harapan, dari kebelengguan menuju ke pencerahan, dari kekakuan menuju ke pembaharuan. Itulah masa dimana penantian berada di dalam pengharapan akan sukacita dalam pergeseran waktu.

Tahun 2007 adalah waktu lama, dan tahun 2008 adalah waktu yang baru. Pergantian waktu disambut dengan suka cita, dan suka cita selalu hadir seturut harapan itu. Traumatisasi akan dirajut untuk melahirkan detraumatisasi. Babak baru telah muncul dalam sikap optimistis. Menghadapi waktu yang baru untuk menghilangkan segala perkara. Optimistis dijunjung tinggi dengan alasan segenap pengalaman. Itulah suka cita dalam menyambut tahun 2008 yang lagi-lagi seturut dengan sebuah pengharapan.

Dalam pengharapan ada perjumpaan signifikan antara diri dengan waktu. Bukan waktu yang dipentingkan, melainkan proses pemwaktuan tersebut. “Waktu adalah bentuk kesadaran dalam pengalaman,” begitulah kata Kant menyoal keterkaitan keduanya. Itulah keberadaan diri di dalam waktu, yang kemudian selalu disandingkan bersama; yang dinamakan sebagai ruang. Penyandingan bukan berarti asal muasal, karena yang asal selalu berada di dalam pemwaktuan dan pengruangan. Kedua inilah, pengwaktuan dan pengruangan, yang juga dinamakan realitas. Dalam pemwaktuan, maka diri dan waktu hadir. Diri terlibat langsung dalam rentangan waktu. Dengan demikian realitas adalah sebuah kesimpulan di dalam pengwaktuan dan pengruangan, dalam hal ini relasi di jalin dalam ruang dan waktu. Relasi antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan adalah wujudnya selama pengalaman diri menjadi pusat pemahaman akan pengwaktuan dan pengruangan.

Tanpa diri maka waktu tak terbahasakan dan tak bernilai, karena diri adalah juga segala sesuatu dan apapun yang ada di bawah langit, demikian gambaran dari sang bijak yang bernama Qohelet (pengkotbah).

Penantian panjang akan tahun 2008 adalah juga pemwaktuan. Penantian dengan rasa suka cita adalah bentuk rasa syukur terhadap pemwaktuan itu, walaupun waktu yang lama masih meninggalkan perkaranya sendiri; dengan syarat pengharapan diusung untuk memperbaiki segala perkara lampau kepada kehidupan yang lebih baik. Begitu seterusnya. Alangkah baiknya jika semua manusia berpemahaman demikian: bersama-sama meninggalkan perkaranya tanpa sebuah jejak, walaupun Qohelet selalu mengingatkan akan segala sesuatu yang memiliki waktunya, termasuk dalam perkara-perkara tersebut.

Kritik terhadap Euforia

Sifat pesimis adalah ciri khas dari Qohelet, begitu ahli kitab sering menggambarkannya. Namun sifat tersebut dapat menjadi tegangan untuk melahirkan sebuah sikap yang baru, yakni dari sebuah anti tesis yang bernama euforia. Segalanya tentang euforia adalah segalanya tentang keberlebihan. Kenikmatan dianggap menjadi timpang dengan dalih sikap keambisiusan. Masa penantian dengan pengharapan bukan lagi dicerna dengan hikmat. Kenyataan dalam pemwaktuan dan pengruangan dirajut dengan pengharapan yang termateri. Baginya, Qohelet, semua ini hanyalah usaha menjaring angin.

Menyelami hidup dalam waktu akan membawa perenungan di dalam materi. Perenungan yang merupakan persentuhan antara manusia dengan jagad raya. Pemwaktuan dengan euforia tidak akan membawa kepada kehidupan yang lebih baik. Euforia akan membawa segalanya termateri. Semuanya bersandar akan segala realitas yang terperikan.

Penantian panjang akan waktu yang baru menjadi larut dengan sebuah euforia. Sikap optimis harus dibayar mahal dengan sebuah kenafsuan. Inilah musuh hikmat dari Qohelet yang hanya terus mencari waktu dalam paradigma materi.

Penantian dalam harapan

Tahun 2007 telah berlalu. Tahun 2008 datang dengan tampilan baru. Selama euforia itu tidak mencemarkannya, penantian di dalam harapan pun tidak akan sia-sia. Pemwaktuan dapat diprediksi namun tanpa ada pengaruh dari waktu yang termateri, karena segalanya selalu bersumber dari Allah yang tak dapat terselami oleh manusia.

Penantian telah tiba dengan waktu yang baru. Menghadapi perkaranya sendiri tanpa bersandar pada yang materi. Hanya Allah yang menjadi sumber keabadian dengan menjanjikan segala sesuatu indah pada waktunya.

Selamat menghadapi tahun 2008 dengan perkaranya sendiri.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my blog, it is about the Livros e Revistas, I hope you enjoy. The address is http://livros-e-revistas.blogspot.com. A hug.