09 September, 2007

Spiritualitas Masa Kini:Tinjauan tentang Arti dan Hubungan antara Panggilan dan Pelayanan

Spiritualitas Masa Kini:

Tinjauan tentang Arti dan Hubungan antara Panggilan dan Pelayanan

Oleh:

Andreo Fernandez Rajagukguk

Hal yang mendasar akan suatu tindakan di dalam lingkup masyarakat adalah suatu pemahaman yang mencakup arti dan makna di dalam diri manusia. Tindakan adalah sebuah ketergantungan, yang tidak berdiri sendiri. Ia ber-“wujud nyata” ketika muncul dari sebuah gagasan, pemahaman, atau ide. Namun ia bukanlah yang awal, maupun yang akhir. Ia terus berelasi dengan pemahaman, bahkan turut membentuk suatu pemahaman itu sendiri, karena tindakan adalah suatu dasar dari sifat manusia dalam berelasi dengan masyarakat. Yang pastinya, tindakan hanya menjadi suatu ukuran yang jelas akan sebuah pemahaman di dalam diri manusia. Atau dengan kata lain, kita tidak mungkin tahu apa yang ada di dalam pemahaman seseorang jika tidak melihat sebuah perilaku atau tindakannya. Kesinambungan akan dua gejala tersebut adalah sebuah bentuk spiritual yang terlihat di dalam diri manusia.

Di dalam spiritualitas, berasal dari kata spirit, pembagian antara pemahaman dengan tindakan adalah sebatas sebagai suatu penjelasan. Tidak lebih. Arti yang melingkupi keduanya itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bermula dari spirit (geist) yang melihat satu kesatuan di dalam diri manusia yang tersimpan suatu bentuk mekanisme diri dari manusia pula. Dengan kesimpulan adalah hukum sebab-akibat yang menjadi suatu konsekuensi yang harus ditanggung di dalam diri manusia. Ketika spiritualitas dimengerti sebagai hubungan pribadi manusia dengan Tuhan, maka pemaknaan ataupun pengertian akan Tuhan adalah, tentunya sebuah konsekuensi pula, bentuk pendagingan yang penjelasannya bukan hanya menyangkut kepada suatu panggilan, melainkan juga suatu bentuk pelayanan di dalam diri manusia. Keduanya ini, panggilan dan pelayanan, adalah keseluruhan dan kesatuan di dalam diri manusia yang penjelasannya lebih kepada interpretasi keadaan situasi yang mencakup aspek bahasa.

Di sini saya akan berusaha memilah dan menjelaskan mengenai arti antara panggilan dan pelayanan, lagi-lagi bukan bentuk pemisahan, walaupun nantinya akan terkait satu sama lain.

Mengenal Tuhan sebagai bentuk Panggilan

Di dalam spiritualitas, panggilan lebih condong terlihat kepada komunikasi antara Tuhan dengan manusia. Istilah panggilan sendiri dibatasi istilah pemakaiannya hanya ke dalam suatu titik peristiwa, yaitu ketika Tuhan memanggil manusia, bukan sampai kepada aspek tindakan. Istilah dasar dari panggilan, kata dasar panggil, terdapat (memiliki) konsekuensi kata, yakni memanggil dan terpanggil. Dalam hal ini yang memanggil adalah Tuhan dan yang terpanggil adalah manusia. Istilah panggilan berarti berada di dalam kaitan antara memanggil dan terpanggil, yang adalah bentuk dari suatu fungsi ataupun tujuan dari subjek, dalam hal ini Tuhan. Suatu bentuk yang terkait nantinya dengan arti dari pelayanan, karena panggilan merupakan titik tolak menuju kepada pelayanan. Tidak itu saja. Panggilan juga terkait akan bentuk kebendaan, yaitu identitas dari yang dipanggil. Yang memanggil merasa memiliki (mengetahui) yang dipanggil. Kedua gejala ini sangat telihat jelas di dalam Perjanjian Lama, di mana Allah memanggil umat-Nya, misalnya panggilan Abraham (Kej. 12), panggilan Musa (kel. 3), dll., dengan langsung memberikan beberapa fungsi, walaupun dengan perbedaan peristiwa di dalam panggilan tersebut. Proses pemilihan dan penunjukkan bangsa Israel sebagai milik Allah juga terlihat di dalam keterkaitan ini. (Yes 43:1)

Di dalam Peranjian Baru, zaman Yesus, arti dari panggilan berarti menggambarkan pengikut Yesus. Terjadi ikatan antara pengikut dengan Yesus sendiri, yaitu ikatan bukan hanya percaya kepada-Nya, melainkan menaati segala perintah-Nya. (Mrk 3:35). Kaidahnya menjadikan keduanya, percaya dan taat, memiliki peran yang penting di dalam panggilan tersebut, sehingga Yesus yang memanggil pengikutnya bukanlah otoritas mutlak antara yang memanggil dengan yang dipanggil, melainkan juga kerelaan yang dipanggil di dalam menempatkan Yesus di dalam dirinya. (Yoh. 6:56)

Pada masa kini, arti dari sebuah panggilan menjadi tidak masuk akal ketika membandingkan arti dari panggilan di PL dan PB dengan alasan tidak adanya premis awal di dalam sebuah logika berpikir. Atau dengan kata lain, di dalam istilah panggilan, yang memanggil tidak memiliki wujud ketika dibenturkan dengan akal. Namun di dalam PL dan PB terdapat pergeseran paradigma mengenai istilah panggilan. Pergeseran tersebut adalah mengenai otoritas dari yang memanggil; dalam arti otoritas tersebut lebih cenderung melunak dan tidak menitik beratkan pada satu aspek pelaku saja, yaitu yang memanggil, melainkan kepada yang dipanggil sebagai pelaku yang juga turut aktif di dalamnya, dengan anugerah yang telah diberikan dari-Nya kepada kita, yaitu berupa kasihnya melalui Yesus Kristus.

…. kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita….. (2 Petrus 1:3)

Apa yang menjadi pemahaman panggilan kita pada masa kini adalah pengenalan kita akan Dia. Di sini sangat menarik melihat bagaimana pemahaman Petrus mengenai panggilan, dengan menekankan kepastian akan sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, dan kemudian memberikan suatu refleksi bagi kita sebagai yang dipanggil, yaitu pengenalan akan Dia. Ada dua penggambaran dari pernyataan ini. Pertama, dapat menekankan kepada suatu janji Tuhan yaitu akan hidup yang saleh. Kedua, sebagai suatu pertanyaan bagi kita: Tuhan sudah pasti akan memanggil kita dengan memberikan anugerahnya, tetapi apakah kita merasa terpanggil?

‘Pengenalan kita akan Dia’ adalah bentuk keaktifan kita sebagai manusia di dalam memahami ajaran, perintah, dan juga Yesus Kristus sebagai pusat anugerah tersebut. Di ayat selanjutnya (ay. 5-6), ‘pengenalan kita akan Dia’ sebagai bentuk panggilan digambarkan sebagai menambahkan kepada iman kebajikan, kebajikan pengetahuan, pengetahuan penguasaan diri, penguasaan diri ketekunan, ketekunan kesalehan, kesalehan kasih akan saudara-saudara dan kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.

Dari gambaran-gambaran tersebut, terdapat 2 hal pokok yang harus dilakukan. Pertama, menyangkut persoalan diri, berupa: pengetahuan diri, penguasaan diri, dan ketekunan. Hubungan yang pertama ini lebih cenderung kepada aspek hubungan antara manusia dengan Tuhan. Kedua, menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya, yaitu kasih akan saudara-saudara dan semua orang. Hal pokok kedua ini lebih melihat hubungan manusia dengan perintah dan ajaran-Nya dengan ketaatan di dalam menjalankan segala perintah-Nya, yaitu kasih kepada sesama. Yang kedua ini jelasnya lebih kepada bentuk pelayanan manusia dengan sesama yang nanti akan dibahas pada bentuk pelayanan.

Transenden dan Imanen

Di dalam bentuk ‘pengenalan kita akan Dia,’ aspek pertama melihat bagaimana kita memahami dan kemudian mengerti apa yang menjadi ajaran, perintah dan Yesus Kristus sebagai pusat anugerah. Artinya, di dalam pemahaman yang menyangkut pada tataran ide dan pengetahuan terdapat suatu pemahaman yang tidak hanya berbicara pada hubungan khusus manusia akan Tuhan (Transenden), melainkan juga pemahaman yang sifatnya praksis (Imanen). Pemahaman yang Transenden dan Imanen ini merupakan bentuk pergumulan manusia dengan Tuhan menuju keharmonisan di dalam roh dan pikiran. (Ef. 4: 23)

Gejala ini adalah bentuk dari pemahaman akan Tuhan sebagai bentuk spiritualitas. Tuhan yang kita kenal bukan hanya yang transenden atau Tuhan yang jauh berada di kerajaan surga dan tidak terjangkau, melainkan Tuhan yang berada di antara kita (Imanen) dan dapat dijangkau. (1 Yoh. 4:17; Gal. 2:20) Pengenalan kita akan Dia yang imanen berarti menunjukkan kemurahan Allah kepada manusia yang menghambakan dirinya berada diantara kita. (Flp. 2: 6-8). Allah ada di mana-mana dan berada di dalam semua. (Ef. 4:6) Bentuk ‘pengenalan akan Dia’ yang imanen adalah bentuk pemahaman dan pengertian kita yang mendaging. Artinya, pemahaman tersebut menjadi tidak sia-sia jika merealisasikannya kepada kita semua.

Pelayanan sebagai bentuk pengenalan kita akan Dia

Pelayanan adalah bentuk penggenapan akan panggilan. Panggilan menjadi sia-sia ketika tidak dilakukan bersama dengan pelayanan, karena kaidah di dalam pelayanan adalah mentaati segala perintah-perintahNya, segala pemahaman yang berada di dalam panggilan tersebut.

…Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintahNya…(1 Yoh 2:3)

Yohanes menggambarkan ‘pengenalan akan Dia’ sebagai proses mekanisme diri manusia yang terpanggil. Kita yang mengenal Allah (baca: orang Kristen) berarti ada ikatan antara manusia dengan Allah. Konsekuensi yang tidak dapat dipungkiri. Mengasihi Allah berarti mengasihi sesama. (1 Yoh. 4:21) Allah yang berada di dalam semua, menandakan Allah yang hadir di dalam diri setiap manusia yang tidak memandang segala aspek pemisahan: strata, budaya, kekayaan dll. Begitu juga dengan pelayanan yang tidak memandang segala aspek. Pelayanan harus menyentuh ke semua orang dan segala lapisan masyarakat.

Di dalam pelayanan, hal yang terpenting adalah menyangkut pengorbanan manusia kepada sesamanya. Bentuk ikatan ini berada di dalam bentuk dari penghambaan Yesus Kristus di dalam pengorbananNya. (Ef. 2: 5) Apa yang menjadi pelayanan manusia adalah menjadi seperti Kristus. Kerelaan berkorban yang terangkum di dalam gambaran akan Salib; yang bukan melihat kepada bentuk kongkrit, melainkan penderitaan karena terikat dengan Kristus. Orang Kristen, bukan hanya pendeta, harus menerima Salib dan siap memikul Salib-Nya.

Di dalam pelayanan, pengorbanan manusia di dalam salib adalah pengorbanan karena ikatan dengan Kristus, bukan pengorbanan yang karena sifat alami di dalam hidup. Artinya, kita yang mengenal Allah berarti kita yang melayani dengan mengorbankan dirinya kepada orang lain dengan ikatan Kristus.

Penutup

Kita yang berspiritual adalah kita yang mengenal Dia dan kita yang mengejawantahkan pengenalan itu di dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita yang berspiritual adalah kita yang harus melayani dengan mengorbankan diri kita kepada orang lain.

Segala pengorbanan kita kepada orang-orang tertindas, orang-orang miskin, orang-orang yang terkena bencana, sangat berarti bagi mereka di dalam kehidupannya. Dan bagi kita sendiri segala pengorbanan kita kepada mereka yang membutuhkan adalah juga demi ikatan kita dengan Kristus.

Untuk itu, mari berspiritual!

Tidak ada komentar: